Dalam beberapa
minggu ini, tak banyak pelajaran yang kudapatkan. Satu-dua kali pelajaran yang
kuterima terasa menyakitkan. Mungkin benar kata orang-orang diluar sana, di
dunia ini tak ada tempat untuk orang baik. Orang baik hanya ada di surga, semesta
tanpa akhir. Di saat-saat seperti ini, kata-kata bijak Rabindranath Tagore
selalu menghiburku. Melalui Nikhil, beliau berbicara kepadaku bahwa kebahagiaan
dan kesedihan kita hanya membebani kita bila kita hanya mengumpulkannya saja.
Menyimpan dan menumpuk kebahagiaan dan kesedihan kita sama-sama tak ada
manfaatnya.
Ya, tak ada
manfaatnya memang. Hanya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang mengawang-awang
di hati dan pikiran saja. Lupakan ! Everything
is gonna be ok ! Tak banyak yang dapat aku ceritakan pada Senja, hanya gumpalan-gumpalan
kegelisahan dalam jiwa. Apakah salah menjadi orang yang mencoba baik dan
menghormati ? Pelajaran hari ini, mereka
yang bekerja akan kembali bekerja, mereka yang berkomentar akan kembali
berkomentar sambil mengacungkan jari telunjuk mereka dan mereka akan tersenyum
ketika kita benar-benar bekerja dan menghamba.
Apakah aku harus
menyelesaikan semua ini ? Mencari jalan dengan keluar dari kungkungan
kekerabatan yang serba rumit ini ? Serba salah memang, diombang-ambingkan oleh
perasaan sendiri. Pelajaran hari kemarin, seringkali kita lebih berkehendak
dengan pikiran kita. Namun tak banyak dari kita yang berkehendak dengan hati.
Bukankah nurbuat Tuhan terpancar di setiap hati manusia ? Memang, pikiran
selalu menguntungkan, tapi hati selalu memberi kita kebenaran.
Pelajaran yang
lalu, apalah arti hidup ini ? Ketika kesombongan menjadi jeruji bagi jiwa-jiwa
kita. Memang tak ada yang salah dengan teori eksistensi manusia demi sebuah
jati diri. Patut kita renungkan lagi, ketika eksistensi menjadi benih-benih api
ego semata. Lalu membara dan membara menjadi kobaran api besar bernama
kesombongan itu sendiri.
Banyak orang yang berkata
melalui mulutnya, banyak orang yang berbicara dengan pikirannya, dan banyak
orang yang bersuara dengan segala tindakannya. Namun tak banyak orang yang
berkata, berbicara, dan bersuara lantang dengan hatinya. Ah, apalah arti
kegelisahan dalam hati. Aku tak pernah membenci si A atau si B, manusia-manusia
itu. Aku hanya membenci sifat yang dimilikinya, bukankah semua manusia terlahir
dari bayi-bayi mungil yang selalu tersenyum manja ?
Apa pelajaran yang
akan aku dapatkan di hari esok, aku pun tidak tahu. Namun satu yang kutahu, aku
telah benar-benar siap untuk semua ini sebelum aku mengetahuinya.
0 komentar:
Posting Komentar