Banyak gelar yang disandangkan kepada orang
yang berstatus mahasiswa. Gelar-gelar yang disandang pun beragam nan
prestisius, seperti aktor perubahan, aktor penggerak, aktor pengontrol, aktor
transformasi, dan aktor intelektual. Semoga predikat-predikat sosial itu tak
lantas menjadikan mahasiswa berbesar kepala serta tersungging diam
berbangga-bangga, karena sejatinya predikat tersebut menyiratkan tanggung jawab
besar serta beban moral di pundak mereka yang mengaku sebagai mahasiswa.
Bolehlah sedikit berbangga diri sebagai
mahasiswa dengan catatan telah melakukan berbagai kegiatan perubahan dan terus
berupaya agar perubahan terwujud sempurna. Maksudnya adalah agenda perubahan
sosial, bukan perubahan diri pribadi demi eksistensi diri sendiri, sebab
predikat-predikat itu bukan untuk dikonsumsi sendiri, tapi untuk kepentingan
perubahan orang banyak atau masyarakat luas di segala bidang kehidupan.
Sebaliknya, jika ada segolongan orang yang
mengaku sebagai mahasiswa tetapi lebih memilih berdiam diri dan tidak peduli
dengan nasib selain dirinya, maka jangan pernah menganggap diri sebagai
mahasiswa yang ideal, yang selama ini masyarakat harapkan. Berdiam diri tanpa
bergerak berarti sengaja membiarkan masalah yang terbentang di hadapan kita
bersama yang semakin menumpuk serta membusuk. Itu perilaku yang mengingkari
status kemahasisiswaan sebagai mahasiswa yang memikul tanggung jawab besar
karena mereka juga merupakan generasi penerus estafet perjuangan bangsa ini.
Kalau buka mereka siapa lagi?
Negara kita adalah negara yang di dalamnya
terkumpul tumpukan masalah. Bukan negaranya yang bermasalah, tapi para
pemimpinnya yang gemar membuat masalah sehingga masalah datang silih berganti
dan semaunya sendiri karena masalah itu dibuat secara sengaja dan telah menjadi
tradisi. Ya, tradisi busuk para pejabat negara untuk dua tujuan primordial
mereka, yakni kekayaan dan eksistensi. Rakyat soal nanti, kesejahteraan pribadi
dan golongan adalah nomor satu, bahkan di atas segalanya. Itulah induk dari
segala macam persoalan-persoalan negeri yang belum seratus persen merdeka ini.
Sulit dalam pejam mata kita membayangkan jika
negara terus-terusan dirundung masalah-masalah besar. Alih-alih maju dan
sejahtera, berjalan di tempat pun kita masih serasa enggan, bahkan di seluruh
lini kehidupan, ekonomi, budaya, sosial, politik, pendidikan, dan lain
sebagainya. Fondasi-fondasi dasar bernegara kita telah rapuh sedemikian rupa,
dan tanpa belas kasihan negara lain menjajah kembali ke segala lini kehidupan
itu karena celahnya masih begitu terbuka, bahkan sengaja dibuka.
Tugas riil mahasiswa terhadap segala hal itu
tidak lagi hanya berkutat pada tahap identifikasi, karena semua orang pasti
telah tahu di mana letak persoalan bangsa kita saat ini. Adalah bergerak
menjadi tuntutan utama terhadap mahasiswa. Ya, bergerak ke depan sembari
menawarkan solusi yang cerdas, bukan sporadis dan aksidental belaka. Bukan pula
asal bunyi. Dan sebagai kaum intelektual muda sudah barang tentu beribu-ribu
gagasan cerah nan cerdas ada di dalam tabung kepala alias otak. Gagasan cerdas
yang lahir dari rahim proses pembelajaran, pengalaman serta pengabdian serta
proses-proses lain yang sengaja dibuat untuk menanamkan kesadaran kritis dan
melek realitas kepada mahasiswa. Berangkat dari proses itulah maka tercipta
suatu agenda perubahan yang diejawantahkan ke dalam suatu gerakan riil dan
nyata, bukan lagi hanya sekadar wacana-wacana yang tidak diketahui ke mana
muaranya. Perang wacana itu perlu, tapi bergerak setelah memperoleh wacana itu
lebih diperlukan. Karena suatu permasalahan adalah berupa aksi, jadi harus
dihadapi dengan aksi nyata.
Lepas dari pembahasan itu, agenda
perubahan memang sangat banyak, bahkan jari tak cukup jika dijadikan sebagai alat
penghitung. Banyaknya persoalan itu bukan hanya karena kekeliruan yang
disengaja, tapi karena bidang kehidupan juga banyak, sehingga aktor semakin
banyak, dan potensi masalah pun tambah banyak. Dan hampir di seluruh bidang
kehidupan hidup di dalamnya berbagai permasalahan.
Nah, di sini, mahasiswa dituntut
untuk mengetahui segala permasalahan di seluruh lini kehidupan, terutama
hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan publik. Berangkat dari tuntutan itu,
maka muncul wacana gerakan multidisipilner agar segala lini terjamah. Gerakan
multidisipliner, istilah ini tampak lebih akademis daripada istilah gerakan
multidimensi sebagai istilah gerakan mahasiswa yang harus memanfaatkan segala
media untuk menciptakan suatu perubahan yang sesungguhnya agar kemerdekaan kita
terwujud seratus persen. Begitulah…
0 komentar:
Posting Komentar