Atap demokrasi terlihat lengang
berkali-kali
ku tengok tak juga berubah.
Tak
terlihat satu orang pun yang
menari di atasnya
Saat malam purnama yang ku lakukan dulu
Sekali
lagi aku lihat atap
demokrasi
Gemerisik hujan yang jatuh membuat bunyi
gaduh hingga nafas beratku tak mampu terdengar
Pipiku juga sudah basah dari cucuran air hujan lewat tembok kecil didepanku atau lelehan
air bening dari pelupuk mataku
Aku kira senja sudah tiba
Tidak lagi aku jumpai kegarangan matahari
menyoroti bumi
tatkala hujan begini biasanya api mengalah
untuk air
Aku sering menari bersama hujan dengannya
Di
bawah langit mendung dan baju kuyup
Tawanya selalu merekah, sorot indah matanya yang tajam
sering
membuatku takut
Tapi aku selalu rindu ketika mataku dan
matanya bertemu
Seakan
ada sengatan listrik yang mendera
Merpati pun kadang ikut bersorak ketika
kedua jariku dan jarinya saling terpaut
Bagai
air bah yang tak mampu ku bending
0 komentar:
Posting Komentar