Dia siapa dari yang bukan siapa-siapa, dia di kenal dari yang tidak di kenal. Hidupnya tulus di dedikasikan untuk kemanusiaan. Tanpa pamrih dan tanpa tendensi. Ikhas lahir dari sisi kemanusiaan.
Dialah bunda
Teresa, lahir dengan nama
Agnes Gonxha Bojaxhiu, 26 Agustus 1910. Perempuan kelahiran Republik
Kosovo inilah yang mengangkat derajat kaum papa hingga ia mampu
di kenang dunia. Berawal dari kisahnya
yang di mulai dari biara toretto di irlandia yang membawanya menuju India sebagai
guru di SMP St. Mary Calcuta. Duapuluh
tahun pengabdiannya tak terhenti. Mengajarkan huruf-huruf pada orang-orang yang buta huruf, menolong mereka yang kesusahan dan menebar kebaikan pada siapa pun. Tidak terbatas pada agama, tidak terhenti pada rupa dan tidak pamrih padaimbalan. Dia mulai membuka sekolah sendiri di tengah-tengah kawasan kumuh
di daerah calcuta, di ajarkannya anak-anak miskin dan kurus kering itu. Ia bahkan belaja robat-obatan sederhana dari para suster Biarawati sehingga mampu menolong
orang-orang miskin yang sakit, perjuangannya akhirnya menggugah gadis-gadis
alumni sekolah St. Mary dan kemudian bergabung bersamanya. Mengabdi untuk kaum yang menderita.
Suatu ketika,
bunda Teresa bertemu dengan dua wanita
yang terbuang, tubuhnya sudah terkoyak oleh tikus dan beberapa serangga
yang menggerogoti tubuh mereka. Dibawanya mereka pada rumah sakit
di kota tersebut. Penolakan mewarnai perjuangan seorang Teresa kala itu. Tak patah arang,
di bawanya kedua wanita tersebut pada pejabat pemerintah, berharap agar ada sedikit belas kasih pemerintah terhadap kaum terbuang seperti kedua perempuan itu. Takayal, sikap tidak simpati
pun di terimanya. Hingga ditawarinya gudang kosong tak terpakai
di sebelah sebuah kuil tak di pakai sebagai tempat menampung dua wanita tersebut. Dengan menitikkan
air mata bunda Teresa kemudian merawat kedua wanita tersebut. Sehari berselang,
tempat bernama Kalighatitu sudah datang
orang-orang miskin berkumpul dalam berharap.
Bertahun-tahun perempuan tak beralas kaki itu mengembangkan pelayanan, hamper setiap penderita
yang di jumpainya mendapat perawatannya. Tempat pelayanannya
di sesaki para kaum pesakitan yang di ambilnya dari pinggir-pinggir jalan, perkampungan kumuh. Orang-orang sebatangkara, anak-anak yatim piatu,
memberimakan orang-orang lapar, memunguti orang-orang yang terbuang, member pakaian pada orang-orang yang terlanjang, bunda
Teresa juga membuka klinik keluarga berencana dan memberiasa pada penderita lepra. Diamakan dari apa
yang mereka makan. Semua di lakukan tanpa mengharapkan balas.
Hingga nobel kemanusiaan pun hingga padanya, tidak mengurangi sedikit pun untuk rasa kemanusiaan dalam hatinya.
Tidak pula berbesar kepala atas apa
yang sudah di raih. Ia masih sederhana, humanis dan penuh kasih sayang.
Saat beberapa orang berjumpa dengannya selalu berkata bahwa bunda Teresa adalah karunia terbesar
yang di miliki dunia pada zamannya, tapi pujian itu justru ia bantah. “kenapa selalu banyak
kata daripada bekerja”.
Kutipan terakhir seorang Teresa “Kalau Anda melakukan pekerjaan ini untuk mencapai kemuliaan diri,
Anda hanya akan bertahan satu tahun, tidak lebih. Hanya jika Anda melakukan itu untuk Tuhan,
Anda akan maju terus, apa pun rintangannya.”
Perempuan memang memiliki sisi hebat yang tidak banyak kaum adam ketahui.
Berupa kasih sayang
yang tak terhingga, kemampuan bertahan yang tak terperikan dan kesabaran
yang hamper tak terbatas. Lihat pula perjuangan seorang ibu
yang kehilangan sosok suami dalam hidup, namun masih mampu menghidupi anak-anaknya tanpa harus mencari sosok pengganti suami
yang lain. Karena ketegaran, tekad kuat yang slalu
di sandarkan pada Sang pemilik hidup.
Sifat seorang ibu yang penuh kasih sayang,
perhatian dan keikhlasan. Selalu ada saja bahu untuk
orang bersandar. Tubuh kuat seorang
ayah memang tidak sekuat bahu seorang ibu, yang mampu menahan berat
yang terlihat maupun yang tidak tampak. Bahu
yang selalu ada, penuh kehangatan kasih sayang. Tanpa pamrih dan tanpa tendensi. Hati yang tak pernah gersang untuk menolong sesama.
0 komentar:
Posting Komentar