Jika
ingin hancurkan sebuah bangsa,
maka
jauhkan pemudanya dari membaca...
peradaban bangsa hanya lahir dari pendidikan
Pendidikan
adalah sebuah usaha untuk memanusiakan manusia seutuhnya, menumbuhkan kesadaran
bahwa dirinya adalah individu yang bertuhan, bersosial dan mempunyai peran dan
fungsi serta tanggung jawab yang berbeda-beda di lingkungan hidupnya.
Memunculkan dan mengembangkan bakat-bakat yang masih terpendam dalam setiap
pribadi, karena setiap pribadi itu berbeda, tak satupun Allah ciptakan
mahlukNya sama.
Namun dalam
realitasnya, pendidikan justru sudah berpaling dari orientasi awal. Adanya
penyeragaman kompetensi peserta didik, layaknya ikan yang masuk ke pabrik
sarden yang tanpa berdaya, jadilah dia
kalengan sarden, yang semuanya sama kualitasnya. Begitulah kiranya mahasiswa
masuk ke pabrik sarjana (perguruan tinggi) untuk dijadikan kalengan sarjana
yang seragam dan sama kualitasnya. Dampak dari industrialisasi pendidikan itu
adalah matinya potensi peserta didik sebagai manusia yang pasti punya kelebihan
dibalik kekurangan dibarengi dengan gagalnya lembaga pendidikan membangun
generasi bermoral, ditandai degradasi moralitas bangsa pada saat ini. Sehingga
kemajuan bangsa dan negara ini masih jadi mimpi disiang bolong.
Predikat
berprestasi diberikan bagi mereka yang patuh pada sistem pabrikan ini , bukan
kepada yang kreatif dan bermoral serta mempunyai kesadaran tinggi dan kritis,
telah menjadi momok yang sangat menakutkan untuk tidak tunduk padanya, atau
bahkan menggiurkan dengan gambaran tawaran masa depan yang semuanya halusinasi.
Mahasiswa yang dalam hal ini adalah sebagai korban dari berjalannya sistem
tersebut, harus mempunyai jalan keluar. Memang benar melawan sistem itu berat
dan butuh waktu lama, bahkan mungkin akan hidup tidak wajar karena keluar dari
kebiasaan umum, dan benar pula bahwa tidak semua dampak yang dihasilkan sistem
tersebut itu buruk, namun banyaknya lubang yang harus ditutupi untuk menambal
kelemahan sistem tersebut adalah keharusan.
Aktifis pemerhati
tani mengadvokasi dengan mengorganisir para petani dan terbentuklah persatuan
tani yang memproteksi dirinya dari kegagalan panen ataupun tengkulak saat
pemasaran. Namun apakah sama cara mengadvokasi mahasiswa yang duduk
diperkuliahan dengan petani, agar mahasiswa mampu memproteksi dari bahaya
pembunuhan karakter atas sistem yang berlaku di perguruan tinggi, tentu sangat
berbeda. Mahasiswa adalah kaum ilmiah, penegak pengetahuan, maka yang
dibutuhkan hanyalah ruang, forum, komunitas ataupun organisasi untuk
aktualisasi diri, saling menambah pengetahuan, mengasah potensi, meningkatkan
kompetensi, menambal kekurangan-kekurangan yang ada dalam ruang perkuliahan dan
sebagainya. Sehingga proses yang akan berjalan adalah mahasiswa bersama
mahasiswa mempunyai kesadaran untuk memproteksi ancaman pembunuhan karakter
dengan bergerak bersama. Terciptanya suasana kampus yang kritis-dialektis dan
terakomodirnya kreatifitas dan aspirasi mahasiswa akan sangat membantu
mahasiswa lulus diwaktu yang tepat karena
matang dalam belajar di berbagai bidang, bukan sekedar tepat waktu dengan menyelesaikan kewajiban, yang padahal jika
kewajiban itu dijalankan saja, dampak yang akan dihasilkan masih halusinasi.
Menyiapkan diri sendiri dengan seluruh pengetahuan, kreatifitas dan keahlian
adalah keharusan dalam era globalisasi ini, maka paculah diri kita dengan
berdialektika dalam ruang-ruang diskusi mahasiswa.
Salam
Anti Industrialisasi Pendidikan...!!!
0 komentar:
Posting Komentar